MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A.
Definisi
Model
Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Hal ini
senada dengan pendapat Cahyo (2013: 99) model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang digunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka didalam ruang
kelas dan untuk menyusun materi pengajaran. Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah strategi untuk membantu didalam
merancang program pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
B.
Model-Model Pembelajaran
Berikut model-model
pembelajaran, yaitu:
1.
Cooperative Learning
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
dapat mendorong siswa lebih bergairah dalam belajar. Tujuan utama model
pembelajaran Cooperative learningyaitu
agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya
dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok.
a.
Model-Model Cooperative Learning
Berikut model-model cooperative learning, antara lain:
1)
Student Team
Achievement Division (STAD)
Tipe ini menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
guna mencapai prestasi yang maksimal.
Tipe STAD dalam belajar kooperatif melalui 5 tahapan,
yang meliputi:
a)
Tahap penyajian
materi
Guru memulai dengan
menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin
tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari,.
b)
Tahap kerja
kelompok
Pada tahap ini siswa diberi
lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Sedangkan peran guru sebagai
fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. Dalam kerja kelompok siswa
saling berbagi tugas dan saling membantu mengerjakan tugas kelompoknya.
c)
Tahap tes
individual
Pada tahap ini untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai. Tes ini diadakan pada
akhir pertemuan kedua dan ketiga. Skor perolehan individu ini di data dan di
arsipkan yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
d)
Tahap penghitungan
skor perkembangan individu
Penghitungan skor ini
berdasarkan skor awal setiap siswa, seperti pada nilai evaluasi hasil belajar
semester I. Sehingga siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang
diperolehnya.
e)
Tahap pemberian
penghargaan kelompok
Pemberian penghargaan
berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik,
kelompok hebat, dan kelompok super. Berikut kriteria dalam menentukan pemberian
penghargaan terhadap kelompok:
§ Kelompok dengan skor rata-rata 15, sebagai kelompok baik.
§ Kelompok dengan skor rata-rata 20, sebagai kelompok hebat.
§ Kelompok dengan skor rata-rata 25, sebagai kelompok super.
2)
Jigsaw
Tipe pembelajaran jigsaw bertujuan untuk mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang
maksimal.
Berikut Tahapan penerapan tipe jigsaw, yaitu:
a)
Tahap pertama, siswa
dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil
Pembentukan kelompok dilakukan oleh guru sehingga keanggotaan kelompok
bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan maupun karakteristik lainnya.
b)
Tahap kedua,
pembagian tugas kelompok
Setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu.
Kemudian perwakilan kelompok bertemu dengan anggota kelompok lain yang
mempelajari materi yang sama.
c)
Tahap ketiga,
berdiskusi antar perwakilan anggota kelompok dalam materi yang sama
Materi yang sama didiskusikan untuk mempelajari dan memahami setiap masalah
yang dijumpai sehingga perwakilan dari setiap anggota kelompok dapat memahami
dan menguasai materi tersebut. Kemudian masing-masing perwakilan tersebut
kembali ke kelompoknya masing-masing (kelompok asalnya).
d)
Tahap keempat,
adanya kuis atau tes
Hal ini untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi
yang telah didiskusikan. Dengan demikian, tipe jigsaw ini dapat
menumbuhkembangkan tanggung jawab siswa untuk terlibat secara aktif dalam
memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok.
3)
Group Investigation
(GI)
Pada model ini, siswa dibagi kedalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.
Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau pada keterkaitan akan
sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri cooperative
learning. Pada model ini, siswa memilih sub topik yang ingin mereka
pelajari dan topik yang biasanya ditentukan oleh guru. Selanjutnya siswa dan
guru merencanakan tujuan, dan langkah-langkah belajar.
4)
Rotating Trio
Exchange
Pada model ini, kelas dibagi kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3
orang. Kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya di
kiri dan di kanannya. Berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama
untuk didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio
tersebut.Contohnya, nomor 0,1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 berpindah
searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam. Sedangkan nomor
0 tetap di tempat. Ini akan mengakibatkan trio baru. Berikan kepada setiap trio
baru tersebut pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan. Rotasikan kembali
siswa seusai setiap pertanyaan yang telah disiapkan.
5)
Group Resume
Model ini akan menjadikan interaksi antar siswa lebih baik. Kelas dibagi
kedalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-6 orang. Biarkan
kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan yang didalamnya terdapat
data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas, pengalaman
kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan, hobby, bakat, dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk
mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.
b.
Karakteristik Cooperative Learning
1)
Positive
interdependence
Yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama
diantara anggota kelompok. Guru merancang struktur dan tugas-tugas kelompok
yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya dan teman
kelompoknya dalam hal memahami bahan pelajaran.
2)
Interaction face to
face
Yaitu interaksi yang berlangsung antar siswa tanpa adanya perantara,
sehingga adanya hubungan timbal balik yang positif.
3)
Adanya tanggung
jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok
Bertujuan untuk menjadikan
anggota kelompok lebih kuat pribadinya.
c.
Keterampilan-Keterampilan dalam Cooperative Learning
1)
Keterampilan
kooperatif tingkat awal
a)
Menggunakan
kesepakatan
b)
Menghargai
kontribusi
c)
Mengambil giliran
dan berbagi tugas
d)
Berada dalam
kelompok
e)
Berada dalam tugas
f)
Menyelesaikan
2)
Keterampilan
kooperatif tingkat menengah
a)
Menunjukkan
penghargaan dan simpati
b)
Mengungkapkan
ketidaksetujuan
c)
Mendengarkan dengan
arif
d)
Bertanya
e)
Membuat ringkasan
f)
Menafsirkan
g)
mengorganisasikan
3)
Keterampilan
kooperatif tingkat mahir
a)
Mengelaborasi
b)
Memeriksa dengan
cermat
c)
Menanyakan
kebenaran
d)
Menetapkan tujuan
e)
Berkompromi
d.
Tahapan Penerapan Cooperative Learning
1)
Tahap pertama,
merancang rencana program pembelajaran
Pada tahap ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran
yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Untuk memulai pembelajarannya guru harus
menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan sosial yang ingin dicapai siswa
selama pembelajaran. Guru dalam merancang program pembelajaran harus
mengorganisasikan materi, dan tugas-tugas siswa harus mencerminkan sistem kerja
dalam kelompok kecil.
2)
Tahap kedua,
merancang lembar observasi
Hal ini dimaksudkan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara
bersama dalam konteks kelompok-kelompok kecil. Guru hanya menjelaskan
pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi materi
yang mendalam tentang materi yang diajarkan.
3)
Tahap ketiga,
membimbing dan mengarahkan siswa
Dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan
membimbing siswa baik secara individu maupun kelompok dalam melakukan proses
pembelajaran.
4)
Tahap keempat,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya
Pada saat diskusi kelas, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini
dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa
terhadap materi atau hasil kerja yang telah diterampilkannya. Pada saat
presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri
terhadap proses jalannya pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan
yang dilakukan dalam pembelajaran.
e.
Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning
1)
Kelebihan
Cooperative Learning
§ Siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar.
§ Melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir dan
sosial.
§ Siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.
§ Siswa akan memiliki motivasi tinggi karena didorong oleh
rekan sebayanya.
2)
Kelemahan
Cooperative Learning
§ Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang.
§ Pembelajaran memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran
dan waktu.
§ Perlunya dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang
memadahi.
§ Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang yang
mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.
2.
Problem Based Learning
Problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah tersebut. Model pembelajaran berbasis
masalah ini menggunakan dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
a.
Karakteristik Problem Based Learning
1)
Belajar dimulai
dari suatu masalah.
2)
Memastikan masalah
tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.
3)
Mengorganisasikan
pelajaran seputar masalah bukan seputar disiplin ilmu.
4)
Menuntut siswa
untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau
kinerja.
b.
Langkah-Langkah Pengaplikasian Model Pembelajaran Problem
Based Learning
1)
Dimulai dengan
adanya masalah yang harus dipecahkan
2)
Siswa melakukan
pemecahan masalah, meliputi:
§ Identifikasi masalah
§ Mengumpulkan data
§ Analisis data
§ Pemecahan masalah berdasarkan analisis data
§ Memilih cara pemecahan masalah
§ Merencanakan penerapan pemecahan masalah
§ Uji coba terhadap rencana yang ditetapkan
3)
Siswa melakukan
tindakan untuk pemecahan masalah
3.
Service Learning
Service-Learning
(SL) atau Experiential learning
diperkenalkan John Dewey sebagai model pembelajaran lapangan. Tujuan model
pembelajaran ini untuk melatih siswa agar memiliki pengetahuan tentang situasi
nyata dalam masyarakat dan kemampuan untuk mengatasinya, serta untuk membentuk
karakter agar mereka memiliki kesadaran berbela rasa atau peduli terhadap satu
sama lain.
a.
Karakteristik Model Pembelajaran Service Learning
1)
Belajar melalui
tindakan pelayanan kepada masyarakat.
2)
Adanya tuntutan
berpikir kritis terhadap situasi dan kondisi yang mereka temukan.
3)
SL dianggap sebagai
jembatan yang menghubungkan pembelajaran dan pelayanan melalui sebuah proses
refleksi.
4)
Membantu
mengembangkan dimensi spiritual dan sosial siswa.
b.
Kelebihan dan Kelemahan Service Learning
1)
Kelebihan Service
Learning
§ Membantu perkembangan pribadi siswa, baik secara personal
maupun interpersonal.
§ Mengaplikasikan pengetahuan siswa.
§ Adanya pembentukan karakter (soft skill) kepada siswa, seperti kepedulian, berpikir kreatif dan
kritis, leadership, dan kemampuan berkomunikasi.
2)
Kelemahan Service
Learning
§ Adanya tuntutan untuk memiliki rasa belas kasih terhadap
sesama.
§ Dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap berbagai
situasi nyata dalam masyarakat.
4.
Accelerated Learning
Georgi Lozanov seorang psikiater Bulgaria adalah
pencestus gerakan Accelerated Learning (pembelajaran yang dipercepat).Accelerated Learning adalah dua kata yang digabung menjadi satu,
yaitu Accelerated yang berasal dari bahasa inggris yang mempunyai arti
dipercepat dan Learning yang mempunyai arti pembelajaran. Jadi Accelerated
Learning dari segi bahasa berarti pembelajaran yang dipercepat. Sedangkan
secara terminologi model pembelajaran Accelerated Learning adalah suatu pola
yang digunakan dalam pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menggugah kemampuan belajar peserta didik, membuat belajar lebih menyenangkan
dan lebih cepat. Cepat, disini diartikan dapat mempercepat penguasaan dan
pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga waktu yang dibutuhkan
untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit dibuat menjadi mudah,
sederhana atau tidak bertele-tele sehingga tidak menjadi kejenuhan dalam
belajar.
a.
Prinsip-PrinsipModel Pembelajaran Accelerated Learning
1)
Belajar Bagaimana
Belajar (Learning How to Learn) dan Belajar Bagaimana Berpikir (Learning How to
Think).
2)
Belajar harus
menyenangkan dan membangun rasa percaya diri.
3)
Pengetahuan harus
disampaikan dengan pendekatan multi-sensori dan multi-model dengan menggunakan
berbagai bentuk kecerdasan.
4)
Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara
simultan.
5)
Belajar Melibatkan Seluruh Pikiran dan Tubuh.
b.
Strategi Pembelajaran Accelerated Learning
Menurut Colin Rose dan Malcolm J.
Nicholl, terdapat enam strategi dalam pembelajaran accelerated Learning, yang
disingkat dengan M-A-S-T-E-R, yaitu:
1)
M adalah Motivating
Your Minde (Memotivasi Pikiran)
2)
A adalah Aquiring
The Information (Memperoleh Informasi)
3)
S adalah Searching
Out the Meaning (Menyelidiki Makna)
4)
T adalah Triggering
the Memory (Memicu Memori)
5)
E adalah Exhibiting
What You Know (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui)
6)
R adalah Reflecting
How You&rsquove Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar)
c.
Tahapan Penerapaan Pembelajaran Accelerated Learning
1)
Tahap pertama,
teknik persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta
didik untuk belajar. Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para
peserta didik, menciptakan peserta didik aktif yang tergugah untuk berpikir dan
belajar.
2)
Tahap kedua, teknik
penyampaian
Tahap penyampaian dimaksudkan untuk mempertemukan peserta
didik dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan
menarik. Tujuan tahap penyampaian adalah membantu peserta didik menemukan
materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan,
melibatkan panca indra, dan cocok untuk semua gaya belajar. Guru dapat
melakukan ini dengan: pengamatan terhadap fenomena dunia nyata, presentasi
interaktif, berlatih memecahkan masalah, dan pengalaman belajar konstektual
dari dunia nyata.
3)
Tahap ketiga,
teknik pelatihan
Tahap pelatihan (integrasi) merupakan intisari
Accelerated Learning. Peranan instruktur adalah mengajak peserta didik berfikir,
berkata, dan berbuat-menangani materi belajar yang baru dengan cara yang dapat
membantu mereka memadukannya ke dalam struktur pengetahuan, makna dan
keterampilan internal yang sudah tertanam dalam diri. Tujuan tahap pelatihan
adalah membantu peserta didik mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan
keterampilan baru dengan berbagai cara. Guru dapat melakukan ini dengan:
aktivitas memproses peserta didik, memberi umpan balik secara langsung,
simulasi dunia nyata, latihan belajar lewat praktik, dialog secara bepasangan
dan berkelompok.
4)
Tahap keempat,
teknik penampilan hasil
Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi
pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan
kearifan menjadi tindakan. Tujuan tahap penampilan hasil adalah membantu
pelajar menerapkan dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan baru mereka
pada pekerjaan sehingga pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat
5.
Project Based Learning
Model pembelajaran berbasis proyek (project based
learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek
(kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh
berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
a.
Langkah-Langkah Penerapan
Project Based Learning
1)
Menentukan pertanyaan dasar
Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan
menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar
untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Topik yang
dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata.
2)
Membuat desain proyek
Peran guru yaitu membantu kelompok-kelompok (siswa) untuk
merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing.
Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan
dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek
tersebut.
3)
Menyusun penjadwalan
Selanjutnya,
guru dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas
(aktivitas) proyek mereka.
4)
Memonitor kemajuan
proyek
Guru memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok dan
memberikan pembimbingan yang dibutuhkan.
5)
Penilaian hasil
Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek yang mereka
lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan
(knowledge terkait konsep yang
relevan dengan topik), hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu:
· Kemampuan pengelolaan, yaitu kemampuan peserta
didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan
data serta penulisan laporan.
· Relevansi dengan mata pelajaran, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran.
· Keaslian maksudnya proyek yang dilakukan peserta
didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru
berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
6)
Evaluasi pengalaman
Guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi semua
kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang telah mereka
lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas penyelesaian proyek
menjadi lebih baik lagi.
b.
Karakteristik Project Based
Learning
1)
Peserta
didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.
2)
Adanya
permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
3)
Peserta
didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan
yang diajukan.
4)
Peserta
didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola
informasi untuk memecahkan permasalahan.
5)
Peserta
didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.
c.
Manfaat Model Pembelajaran
Project Based Learning
1)
Siswa menjadi
pebelajar aktif dan pembelajaran menjadi lebih interaktif.
2)
Memberikan
kesempatan siswa untuk memanajemen sendiri kegiatan atau aktivitas penyelesaian
tugas sehingga melatih mereka menjadi mandiri.
3)
Memberikan
pemahaman konsep atau pengetahuan secara lebih mendalam kepada siswa.
d. Kelebihan dan Kelemahan Project Based Learning
1)
Kelebihan Project Based Learning
§
Meningkatkan
motivasi belajar peserta didik.
- Meningkatkan kemampuan peserta didik terhadap berbagai pemecahan masalah.
- Membuat peserta didik menjadi lebih aktif.
- Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
2)
Kelemahan Project Based Learning
§
Memerlukan
banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
§
Membutuhkan
biaya yang cukup banyak.
§
Peserta
didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.
§
Ada
kemungkinan terdapat peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
§
Ketika
topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan
peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
6.
Quantum Learning
Quantum learning
adalah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta
mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa (Cahyo, 2013: 159). Quantum learning merupakan kiat,
petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman
dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan
dan bermanfaat. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Quantum learning adalah pembiasaan
belajar yang nyaman dan menyenangkan dengan disesuaikan pada tingkat perkembangan
siswa untuk meningkatkan kemampuan dirinya.
Pembelajaran pada quantum learning
menuntut siswa untuk bisa membaca secara cepat dan membuat ringkasan berupa
catatan sesuai dengan kenyamanan dan kemampuan mereka dalam meringkas
pelajaran. Dalam quantum learning,
guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan ajar, tetapi juga memberikan
motivasi kepada siswanya, sehingga siswa merasa bersemangat dan timbul
kepercayaan dirinya untuk belajar lebih giat dan dapat melakukan hal-hal
positif sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Cara belajar yang
diberikan kepada siswa harus menarik dan bervariasi, sehingga siswa tidak
merasa jenuh untuk menerima materi pelajaran. Selain itu, lingkungan belajar
yang nyaman juga dapat membuat suasana kelas menjadi kondusif.
a.
Prinsip-Prinsip Quantum Learning
1)
Segalanya berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, kertas yang guru
bagikan dan rancangan pelajaran guru, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
2)
Segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam pengubahan guru mempunyai tujuan. Tujuannya adalah
mewujudkan pembelajaran dan pencapaian quantum learning tersebut.
3)
Pengalaman sebelum
pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan
menggerakkan rasa ingin tahu kita. Oleh karena itu, proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh
nama-nama untuk apa yang mereka pelajari.
4)
Akui setiap usaha
Pada saat siswa belajar maka mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan
dan kepercayaan diri mereka.
5)
Jika layak
dipelajari, layak pula dirayakan
Perayaan adalah umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi
emosi positif dengan belajar.
b.
Unsur-Unsur Model Quantum Learning
Unsur-unsur dalam quantul learning terdapat
dalam dua kategori, yaitu konteks dan isi. Guru sebagai konduktor dari siswa
yang sedang belajar harus mengubah banyak bagian. Bagian konteks meliputi
pengubahan suasana, landasan, lingkungan dan rancangan belajar. Sedangkan
bagian isi meliputi pengubahan penyajian informasi atau materi, fasilitas,
keterampilan belajar untuk belajar dan keterampilan hidup.
c.
Konsep Kunci Model Quantum Learning
Yaitu teori otak kanan kiri; teori otak triune
(3 in 1); pilihan modalitas belajar; teori kecerdasan ganda; pendidikan holistic; belajar berdasarkan
pengalaman; belajar dengan simbol; simulasi/permainan; dan peta pikiran.
d.
Karakteristik Pembelajaran Quantum Learning
Menurut De Porter (2009), quantum learning
memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
1)
Pembelajaran quantumberpangkal pada psikologi
kognitif.
2)
Pembelajaran quantumberupaya memadukan dan
mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan
lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
3)
Pembelajaran quantummemusatkan perhatian pada
interaksi yang bermutu dan bermakna.
4)
Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan
sebagai bagian penting proses pembelajaran.
5)
Pembelajaran quantum sangat menekankan pada
pencapaian pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
e.
Kelebihan dan Kelemahan Quantum Learning
1)
Kelebihan Quantum
Learning
§ Pembelajaran menekankan perkembangan akademis dan
keterampilan.
§ Pendidik menyatu dan membaur pada dunia peserta didik.
§ Metode belajar mengajar yang menyenangkan.
§ Metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti
positif dan interaksinya dengan lingkungan.
§ Siswa menjadi objek tujuan utama dalam pembelajaran.
2)
Kelemahan Quantum
Learning
§ Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru
lebih khusus.
§ Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran
yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik.
§ Adanya keterbatasan sumber belajar, alat belajar, dan
menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak.
7.
Integrated Learning
Integrated learning atau pembelajaran terpadu adalah pendekatan yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dengan mengintegrasikan kegiatan kedalam semua bidang
pengembangan, meliputi aspek kognitif, sosial-emosional, bahasa, moral,
nilai-nilai agama, fisik, motorik dan seni. Semua bidang pengembangan tersebut
dijabarkan kedalam kegiatan pembelajaran yang dipusatkan pada satu tema
sehingga pembelajaran menjadi terpadu.
a.
Karakteristik Model Pembelajaran Integrated Learning
1)
Pembelajaran
berpusat pada anak
Pada dasarnya pembelajaran integrated
learning merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan keleluasaan
kepada siswa. Siswa secara aktif menggali, mencari dan menemukan konsep serta
prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan
perkembangannya.
2)
Menekankan
pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
Pembelajaran terpadu mengkaji sebuah fenomena dan berbagai macam aspek yang
dimiliki oleh siswa, sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang
dipelajari siswa. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh
dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari sehingga kegiatan
belajar lebih bermakna.
3)
Belajar melalui
pengalaman langsung
Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang
mereka alami, bukan sekedar informasi dari gurunya. Guru hanya bertindak
sebagai fasilitator, sedangkan siswa sebagai pencari fakta dan informasi untuk
mengembangkan pengetahuannya.
4)
Lebih memperhatikan
proses daripada hasil semata
Pada integrated learning
dikembangkan pendekatan discovery inquiry
(penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi.
Pembelajaran terpadu dengan melihat hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga
memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar terus menerus.
b.
Manfaat Model Pembelajaran Integrated Learning
1)
Memungkinkan anak
untuk mengeksplor dan mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya melalui
berbagai kegiatan.
2)
Meningkatkan kemampuan
anak secara komprehensif.
3)
Meningkatkan
kecakapan berpikir anak.
4)
Banyak tema yang
tertuang disetiap pembelajaran yang mempunyai keterkaitan.
5)
Siswa akan lebih
mudah memahami dan memaknai suatu materi pelajaran.
c.
Prinsip-Prinsip Integrated Learning
1)
Prinsip penggalian
tema
Tema harus bermakna sehingga memberikan bekal bagi siswa untuk belajar
selanjutnya. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis
siswa. Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat siswa,
dan mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan dari masyarakat.
2)
Prinsip pelaksanaan
pembelajaran terpadu
Guru akan membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang kemudian
mengakomodasi ide-ide mereka, dengan memberikan bimbingan dan pengarahan.
Sehingga siswa secara aktif melakukan pembelajaran.
3)
Prinsip evaluasi
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri dan
mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan keberhasilan
tujuan pembelajaran.
4)
Prinsip reaksi
Dalam prinsip reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi
perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru
harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua kegiatan yang diarahkan ke
satuan utuh dan bermakna.
d.
Kelebihan dan Kelemahan Integrated Learning
1)
Kelebihan
integrated learning
§ Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan siswa
sehingga siswa dengan mudah memahami sekaligus menerapkannya.
§ Siswa dengan mudah mengaitkan hubungan materi pelajaran
di matapelajaran yang satu dengan yang lainnya.
§ Dengan bekerja dalam kelompok, siswa dapat mengembangkan
kemampuan belajarnya, baik dalam aspek afektif, kognitif maupun psikomotork.
2)
Kelemahan
integrated learning
a)
Ditinjau dari aspek
guru
§ Guru harus berwawasan luas.
§ Guru harus memiliki keterampilan metodologis yang tinggi.
§ Guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
b)
Ditinjau dari aspek
peserta didik
§ Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan belajar yang
tinggi, baik secara akademik maupun kreativitasnya.
§ Menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan
asosiatif (menghubungkan), kemampuan
eksploratif dan irriveve (menemukan dan menggali).
c)
Ditinjau dari aspek
sarana dan sumber pembelajaran
§ Memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup
banyak dan bervariasi.
d)
Ditinjau dari aspek
kurikulum
§ Kurikulum harus luwes yang berorientasi pada pencapaian ketuntasan
pemahaman siswa.
§ Guru harus diberi kewenangan dalam mengembangkan materi,
metode dan penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
e)
Ditinjau dari aspek
penilaian
§ Membutuhkan cara penilaian yang komprehensif.
§ Guru dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur
pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif.
f)
Ditinjau dari aspek
suasana pembelajaran
§
Cenderung
mengutamakan salah satu bidang kajian.
§
Guru cenderung
mengutamakan substansi gabungan materi yang membentuk suatu tema sesuai dengan
pemahaman, selera dan latar belakang pendidikan guru.
8.
Broad Based Learning
Broadbased learningdisebut
juga pendidikan berbasis luas, yaitu pendidikan yang dapat
membekali siswa dengan kecakapan generic
atau kecakapan hidup yang bersifat umum, yang memungkinkan mereka dapat
memiliki kecakapan akademik dan atau kejuruan, sehingga mereka dapat memasuki
dunia kerja dalam berbagai bidang keahlian, sesuai dengan minat, bakat dan
kemampuannya.
Dalam
model pembelajaran ini, kecakapan hidup Sebagai tujuan pendidikan.Kecakapan hidup dapat didefinisikan sebagai suatu
kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kemampuan dasar
kejuruan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga bermakna dan bermanfaat bagi
peningkatan taraf kehidupannya, serta harkat dan martabatnya dan juga
memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Kecakapan hidup sebagai hasil pembelajaran,terdiri atas :
a)
Kecakapan hidup
yang bersifat umum (general life skill)
b)
Kecakapan hidup yang bersifat khusus (specific life skill), meliputi:
1)
Kecakapan personal
dengan komponennya :
§ Kecakapan belajar (learning
to learn)
§ Kecakapan beradaptasi (adaptability)
§ Kecakapan menanggulangi (cope ability)
§ Motivasi
§ Kecakapan mengenal diri (self awarenes)
§ Kemandirian
§ Tanggung jawab
2)
Kecakapan sosial dengan komponennya :
§ Kecakapan berkomunikasi
§ Kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif
§ Solidaritas
§ Kecakapan hidup yg bersifat specific, yangmerupakan kecakapan keahlian
yaitu akademikdan vocasional
Kecakapan belajar (learning
to learn)yang bersifat proses adalah kecakapan generic (generic life skill) memungkinkan siswa
dapat menguasai konsep keilmuan (kecakapan akademik) dan atau kecakapan
kejuruan. Konsep-konsep kunci keilmuan dapat ditransfer kepada disiplin ilmu
lainnya, sehingga siswa yang memiliki kecakapan dasar akademik dapat
beradaptasi dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu
dalam pendidikan kejuruan bidang studi akademik disebut sebagai program
adaptif.
Model pembelajaran kooperatifkolaboratif
memungkinkan siswa memiliki kecakapan sosial seperti kecakapan bekerja kooperatif, kolaboratif dan
solidaritas.
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa bukan berupa hafalan tentang materi pengetahuan, melainkan kompetensi dasar keilmuan dan atau kejuruan berbasis nilai agama, yang bermanfaat dalam kehidupannya, yang dapat dikembangkannya sendiri di kemudian hari dalam masyarakat masa depan.
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa bukan berupa hafalan tentang materi pengetahuan, melainkan kompetensi dasar keilmuan dan atau kejuruan berbasis nilai agama, yang bermanfaat dalam kehidupannya, yang dapat dikembangkannya sendiri di kemudian hari dalam masyarakat masa depan.
9.
Resource Based Learning
Resource Based Learning atau Pembelajaran Berdasar Sumber (RBL) adalah strategi pembelajaran
dimana siswa membangun pemahamannya melalui interaksi dengan berbagai sumber
belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. RBL sangat terkait erat dengan
pendekatan konstruktifistik, metode belajar pemecahan masalah (problem-based
learning, inquiry learning, atau pembelajaran berbasis proyek (project-based
learning). Menurut Pembelajaran ini, peserta didik dituntut untuk aktif
dalam memperoleh informasi. Anak bebas belajar dengan kemampuan dan kecepatan
sesuai dengan kemampuannya. Setiap peserta didik tidak dituntut untuk
memperoleh informasi yang sama dengan temannya. Sehingga peserta didik dapat
belajar dengan senang dan semangat.
Resource Based Learning merupakan suatu proses pembelajaran yang langsung menghadapkan siswa
dengan suatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok
dengan segala kegiatan yang bertalian dengan sumber belajar. Didalam Resource
Based Learning guru bukan merupakan sumber belajar satu-satunya. Siswa
dapat belajar dalam kelas, dalam laboratorium, dalam perpustakaan, dalam “
ruang sumber belajar “ yang khusus atau bahkan di luar sekolah.
a.
Ciri-Ciri Model Pembelajaran Resource Based Learning
1)
Resource Based
Learning memanfaatkan sepenuhnya segala
sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audiovisual
dan memberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar.
2)
Resource Based
Learning berusaha memberi pengertian
kepada siswa tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat
dimanfaatkan untuk belajar, baik cetakan, perpustakaan, alat audio visual, dan
sebagainya.
3)
Resource Based
Learning berusaha untuk meningkatkan
motivasi belajar dengan menyajikan berbagai kemungkinan tentang bahan
pelajaran, metode kerja, dan medium komunikasi.
4)
Resource Based
Learning memberi kesempatan kepada siswa
untuk belajar menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing.
5)
Resource Based
Learning lebih fleksibel dalam penggunaan
waktu dan ruang belajar.
b.
Tujuan Pembelajaran Resource Based Learning
1)
Merangsang daya penalaran dan
kreativitas siswa sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing karena
berhubungan langsung dengan berbagai sumber informasi dalam pembelajaran.
2)
Meningkatkan motivasi, keaktifan
dan mengembangakan rasa percaya diri siswa dalam belajar.
3)
Memberikan kesempatan proses
bersosialisasi kepada siswa untuk mendapatkan dan memperkaya pengetahuan dengan
menggunakan alat, nara sumber atau tempat.
4)
Meningkatkan perkembanagan siswa dalam
berbahasa melalaui komunikasi dengan mereka tentang hal-hal yang berhubungan
dengan sumber belajar.
c.
Pelaksanaan Pembelajaran Resource Based Learning
1)
Input
a)
Material (Materials)
Materials adalah bahan fisik yang diperlukan untuk
menunjang terjadinya proses pembelajaran pada pokok bahasan Momentum saat di
kelas. Adapun materials yamg dimaksud antara lain:
(1)
Sarana
dan prasarana
Sarana dan prasarana dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu :
§
Alat peraga, seperti peta, model,
patung organ manusia, dan alat-alat demonstrasi lainnya.
§
Alat Pelajaran, seperti alat
praktek biologi dan kimia, mikroskop, pipet, tabung reaksi dan sebagainya.
§
Media pengajaran, seperti media
audio dan visual.
(2)
Sumber-sumber
belajar
Ada beberapa macam sumber belajar antara lain:
§
Manusia (people), yaitu orang yang menyampikan pesan pengajaran secara
langsung, seperti guru, konselor.
§
Bahan (material), yaitu sesuatu yang mengandung pesan pelajaran, seperti
buku-buku pelajaran, majalah, koran, jurnal dan film film documenter.
§
Lingkungan(setting), yaitu ruang dan tempat ketika sumber-sumber dapat
berinteraksi dengan peserta didik, seperti laboratorium, dan perpustakaan.
§
Alat dan peralatan (tools and equipment), yaitu sumber
belajar produksi dan memainkan sumber-sumber lain, misalnya radio, televisi dan
tape recorder.
§
Aktifitas (actifities), yaitu sumber belajar kombinasi antara suatu tehnik
dengan sumber lain untuk memudahkan belajar, misalnya simulasi dan karyawisata.
b)
Metode-Metode(Methods)
Mengajar yang baik perlu memerlukan kecakapan, pemahaman, inisiatif dan
kreatifitas dari pihak guru. Dalam hal ini kecakapan dan kreatifitas guru dalam
memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi, sehingga
dapat mencapai kesuksesan dalam mengajar. Selain ituagar siswa tidak bosan dan
dapat menangkap setiap materi dengan baik, sehingga dapat mengaplikasikan dalam
sikap dan tindakan.
2)
Proses Penyelenggaraan
Resource Based Learning adalah cara belajar yang bermacam-macam bentuk dan segi-seginya. Metode
ini tampaknya sebagai suatu yang terdiri atas berbagai komponen yang meliputi
pengajaran langsung oleh guru, pencarian bahan dari berbagai sumber belajar,
latihan-latihan formal, kegiatan penelitian, latihan memecahkan soal dan
penggunaan alat alat audio-visual. Cara belajar ini dapat pula didasarkan atas
berbagai macam metode dan strategi belajar. Yang penting ialah, bahwa setiap
metode dan strategi yang digunakan harus bertalian dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Pelaksanaan
cara belajar Resource Based Learningperlu memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a)
Pengetahuan yang ada
Mengenai pengetahuan guru tentang latar belakang
murid dan pengetahuan murid tentang bahan pelajaran.
b)
Tujuan pengajaran
Guru harus merumuskan dengan jelas apa yang hendak
dicapai dengan pelajaran itu. Tujuan ini tidak hanya mengenai bahan yang harus
dikuasai, akan tetapi juga ketrampilan dan tujuan emosional dan sosial.
c)
Memilih metodologi
Metode pengajaran banyak ditentukan oleh tujuan
yang hendak dicapai. Bila topik yang dihadapi itu luas, maka berbagai ragam
metode akan perlu digunakan.
Biasanya metode itu akan mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
(1)
Uraian tentang apa yang
dipelajari.
(2)
Diskusi dan pertukaran pikiran.
(3)
Kegiatan-kegiatan yang
menggunakan berbagai alat intruksional, laboratorium dan lain-lain.
(4)
Kegiatan kegiatan dalam
lingkungan sekitar sekolah, misalnya kerja-lapangan, eksplorasi dan penelitian.
(5)
Kegiatan-kegiatan dengan
menggunakan berbagai sumber belajar seperti buku, alat audio-visual, dan lai-lain.
(6)
Koleksi dan penyediaan bahan
bacaan.
(7)
Tempat, seperti ruang
perpustakaan, kelas, laboratorium dan lain-lain.
10.
Discovery Learning
Discovery learning adalah
suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar
anak dapat belajar sendiri (Cahyo, 2013: 101). Metode pembelajaran berbasis
penemuan atau discovery learningini
merupakanmetode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui
pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery, kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa, sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui
proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan,
menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, dan menarik kesimpulan.
Model pembelajaran ini menuntut anak harus berperan aktif didalam belajar,
yang diterapkan melalui cara penemuan. Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan
menemukan sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Discovery learning adalah model pembelajaran yang melibatkan proses
belajar aktif peserta didik untuk mengubah kondisi belajar pasif menjadi aktif
dan kreatifguna mencapai tujuan pembelajaran.
a.
Lingkungan Belajar dalam Metode Discovery Learning
Lingkungan perlu memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi
untuk menunjang proses belajar. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, dan penemuan-penemuan baru yang belum dikenal. Menurut Bruner, perkembangan kognitif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lebih
tepatnya menggambarkan lingkungan, yaitu enactive,
iconic, dan symbolic.
1)
Tahap enactive
Seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya
dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya
melalui gigitan, sentuhan, dan pegangan.
2)
Tahap iconic
Seseorang memahami objek-objek
melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya dalam memahami dunia
sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komparasi).
3)
Tahap symbolic
Seseorang telah mampu memiliki
ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
berbahasa dan logika. Komunikasinya dilakukan dengan banyak simbol. Semakin
matang seseorang dalam proses berpikirnya, maka semakin dominan sistem
simbolnya.
Secara sederhana, teori perkembangan dalam fase enactive, iconic, dan symbolic
adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau ke
belakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya
bermain) ini fase enactive. Kemudian
pada fase iconic, ia menjelaskan
keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk
menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic.
b.
Interaksi Guru dan Siswa dalam Metode Discovery Learning
Model discovery learning, guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Sehingga siswa diberi
kesempatan untuk menjadi seorang problem
solver, seorang saintis, historin dan ahli matematika. Dengan demikian,
seorang guru dalam aplikasi metode discovery
learning menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih
mandiri.
Hubungan antara guru dengan siswa dalam metode discovery learning, yakni
sebagai berikut:
1)
Merencanakan
pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran terpusat pada masalah-masalah yang
tepat untuk diselidiki para siswa.
2)
Menyajikan materi
pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi siswa untuk memecahkan masalah.
3)
Guru harus
memerhatikan cara penyajian yang enactive,
iconic, dan symbolic.
c.
Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Bell (1978) beberapa tujuan dari model pembelajaran discovery
learning, yaitu:
1)
Siswa memiliki
kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
2)
Siswa belajar menemukan
pola dalam situasi konkret maupun abstrak.
3)
Siswa belajar
merumuskan strategi tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
d.
Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning
1)
Kelebihan model
discovery learning
§ Adanya suatu kenaikan dalam potensi intelektual.
§ Siswa yang mempelajari bagaimana menemukan berarti ia
menguasai metode discovery learning.
§ Siswa lebih senang mengingat-ingat materi.
2)
Kelemahan model
discovery learning
§ Siswa perlu membutuhkan penguasaan informasi yang lebih
cepat
§ Membutuhkan banyak waktu belajar untuk satu materi
pelajaran saja.
11.
Reception Learning
Model reception learning
menganjurkan guru untuk menyiapkan situasi belajar, memilih materi-materi yang
tepat untuk siswa, dan menyampaikannya dalam bentuk pengajaran yang
terorganisasi dengan baik, mulai dari umum ke hal-hal yang khusus. Menurut
Ausubel, pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan
melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa
akan diterima oleh siswa, dapat juga konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa
itu sendiri.
Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan
konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Sehingga pembelajaran dapat dikatakan menimbulkan belajar bermakna jika
memenuhi prasyarat, yaitu materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar
bermakna secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar
bermakna.
Berikut tiga prinsip
pembelajaran model reception learning,
yaitu:
a.
Presentation of
Advance Organizer
Pengaturan awal mengarahkan para siswa pada materi yang akan mereka
pelajari dan membantu mereka untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan, dan dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.The advance organizer berhubungan dengan
ide-ide yang disampaikan dalam suatu pelajaran untuk memberi informasi kepada
siswa yang telah siap dalam pikiran mereka, dan memberikan skema organisasi
yang luas dalam bentuk informasi yang lebih khusus.
b.
Presentation of Learning
Task or Materi
Dalam bagian kedua dari suatu pembelajaran dengan materi baru disampaikan
dengan memberikan ceramah, diskusi, atau memberikan tugas kepada siswa. Ausubel
menekankan kebutuhan untuk mempertahankan perhatian siswa sama baiknya dengan
kebutuhan dalam mengorganisasi materi pelajaran secara jelas untuk berhubungan
dengan susunan yang telah direncanakan dalam advance organizer.
c.
Strengthening Cognitive
Organization
Dalam fase ketiga ini guru disarankan mencoba untuk menggabungkan informasi
baru kedalam susunan pelajaran yang sudah direncanakan untuk pelajaran
permulaan dengan mengingatkan siswa bagaimana setiap rincian khusus yang
berhubungan dengan gambar yang besar. Siswa juga diminta untuk melihat, apakah
mereka telah mengerti pelajaran yang disampaikan guru dan dapat menghubungkan
pelajaran tersebut dengan pengetahuan mereka yang telah ada sebelumnya, serta
menghubungkannya dengan organisasi yang ada di advance organizer. Akhirnya siswa diberikan kesempatan untuk
melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang akan memperluas pengetahuan mereka.
12.
Assisted Learning
Model pembelajaran assisted learningmempunyai
peran yang sangat penting bagi perkembangan individu. Karena dapat membantu
siswa pada awal belajar untuk mencapai pemahaman dan keterampilan, dan secara
perlahan-lahan bantuan tersebut dapat dikurangi sampai akhirnya siswa dapat
belajar mandiri dan menemukan pemecahan bagi tugas-tugasnya. Jerome Bruner
menyebut bantuan orang dewasa dalam proses belajar anak dengan istilah scaffolding, yaitu sebuah dukungan untuk
belajar dan memecahkan problem. Model ini menempatkan guru sebagai seorang agen
budaya yang dengan bimbingan dan pengajarannya siswa dapat menginternalisasi
dan menguasai keterampilan yang membutuhkan fungsi kognitif yang lebih tinggi.
Berikut peranan pembelajar pada model assisted learning,
antara lain:
a.
Pembelajar dituntut
untuk memiliki keragaman strategi pembelajaran
Hal ini dimaksudkan karena
tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
belajar dari topik-topik yang beragam.
b.
Pembelajar sebagai
fasilitator
Pembelajar sebagai fasilitator
akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan
pembimbing (mentor).
c.
Pembelajar sebagai expert learnes
Pembelajar diharapkan memiliki pemahaman
mendalam tentang materi pembelajaran sehingga dapat memberikan bantuan kepada
siswa.
d.
Pembelajar sebagai manager
Pembelajar berkewajiban memonitor hasil belajar siswa dan masalah-masalah
yang dihadapi mereka, memonitor disiplin kelas dan hubungan interpersonal, dan
memonitor ketepatan penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas.
e.
Pembelajar sebagai mediator
Pembelajar memandu menjadi penengah antar siswa, membatu para siswa
memformulasikan pertanyaan atau mengkonstruksi representasi visual dari suatu
masalah, memandu para siswa mengembangkan sikap positif terhadap belajar, dan
menjelaskan bagaimana mengaitkan gagasan-gagasan para siswa dengan permodelan
proses berpikir.
13.
Active Learning
Active learning
merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui
cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Pada model
pembelajaran ini menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan melibatkan berbagai
potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual
untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif,
afektif, dan psikomotorik secara optimal.
a.
Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Active Learning
1)
Prinsip motivasi
Guru hendaknya berperan sebagai pendorong, motivator, agar motif-motif yang
positif dibangkitkan atau ditingkatkan dalam diri siswa. Ada dua jenis motivasi
yaitu motivasi dalam diri anak (intrinsik), dan motivasi dari luar diri anak
(ekstrinsik). Motivasi intrinsik dilakukan dengan menggairahkan perasaan ingin
tahu anak, keinginan untuk mencoba, dan hasrat untuk maju dalam belajar.
Motivasi dari luar dapat dilakukan dengan memberikan ganjaran, misal pujian,
huukuman.
2)
Prinsip latar atau
konteks
Kegiatan belajar tidak terjadi dalam kekosongan. Sudah jelas para siswa
yang mempelajari sesuatu hal yang baru telah pula mengetahui hal-hal lain.
Karena itu, guru perlu menyelidiki apa kira-kira pengetahuan, perasaan,
keterampilan, sikap, dan pengalaman yang telah dimiliki para siswa. Perolehan
ini akan dihubungkan dengan bahan pelajaran baru yang hendak diajarkan kepada
para siswa.
3)
Prinsip keterarahan
pada titik pusat atau fokus tertentu
Seorang guru diharapkan dapat membuat suatu bentuk atau pola pelajaran agar
pelajaran tidak terpecah-pecah dan perhatian murid terhadap pelajaran dapat
terpusat pada materi tersebut.
4)
Prinsip hubungan
sosial atau sosialisasi
Dalam belajar, para siswa dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan
sebayanya. Karena kegiatan belajar tertentu akan berhasil jika dikerjakan
secara bersama-sama, misalnya kerja kelompok.
5)
Prinsip belajar
sambil bekerja
Anak-anak pada hakikatnya belajar sambil bekerja atau melakukan aktivitas.
Karena itu, anak-anak perlu diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata
yang melibatkan otot dan pikirannya. Semakin anak tumbuh semakin berkurang
kadar bekerja dan semakin bertambah kadar berpikir.
6)
Prinsip perbedaan
perorangan atau individualisasi
Para guru diharapkan tidak memperlakukan sama terhadap para siswanya,
karena
mengingat individu adalah unik. Seorang guru diharapkan dapat mempelajari
perbedaan itu agar kecepatan dan keberhasilan belajar anak dapat
ditumbuhkembangkan dengan seoptimal mungkin.
7)
Prinsip menemukan
Seorang guru hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada semua siswanya
untuk mencari dan menemukan sendiri beberapa informasi, agar mereka akan
merasakan getaran pikiran, perasaan dan hati. Getaran-getaran dalam diri siswa
ini akan membuat kegiatan belajar tidak membosankan melainkan akan
menggairahkan.
8)
Prinsip pemecahan
masalah
Kepekaan terhadap masalah dapat ditimbulkan jika para siswa dihadapkan pada
situasi yang memerlukan pemecahan. Para guru hendaknya dapat mendorong para
siswa untuk melihat masalah, merumuskannya, dan berdaya upaya untuk
memecahkannya sejauh taraf kemampuan para siswa.
b.
Komponen-Komponen dan Pendukung Active Learning
Salah satu karakteristik dari model pembelajaran ini yaitu adanya keaktifan
siswa dan guru sehingga tercipta suasana belajar aktif. Untuk menciptakan
suasana belajar aktif tidak lepas dari beberapa komponen yang mendukungnya,
antara lain:
1)
Pengalaman
Cara mendapatkan suatu pengalaman adalah dengan membaca, mempelajari,
mengalami, dan melakukan sendiri. Sehingga siswa lebih menguasai materi
pelajaran yang mereka pelajari daripada hanya mendengarkan penjelasan dari
guru.
2)
Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam
suasana diskusi dengan orang lain, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau
saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan pendapat kita maka kita
terpacu untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga secara tidak
langsung terjadi interaksi yang melibatkan kemampuan kognitif.
3)
Komunikasi
Komunikasi dalam proses belajar mengajar secara aktif sangat penting, baik
secara lisan maupun tulisan. Pengungkapan pikiran baik dalam rangka
mengemukakan gagasan sendiri maupun gagasan orang lain, maka akan memantapkan
pemahaman seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan.
4)
Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat
tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (merefleksi) gagasannya,
kemudian melakukan perbaikan sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap.
Refleksi dapat terjadi akibat adanya interaksi dan komunikasi.
c.
Kelebihan dan Kelemahan Active Learning
1)
Kelebihan active
learning
§ Peserta didik lebih termotivasi.
§ Kegiatan bersifat fleksibel dan ada relevansinya.
§ Adanya partisipasi oleh seluruh kelompok belajar.
2)
Kelemahan active
learning
§ Keterbatasan waktu.
§ Ukuran kelas yang besar.
§ Keterbatasan materi, peralatan dan sumber daya.
§ Adanya tuntutan untuk menggunakan kemampuan proses
berpikir.
14.
Kontekstual Learning
Pembelajaran kontekstual learning merupakan suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari. Sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks lainnya. Dengan konsep pembelajara seperti ini, hasil
pembelajaran diharapkan dapat bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
a.
Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual Learning
1)
Pembelajaran
dilaksanakan dalam bentuk konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan
pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau kehidupan
alamiah.
2)
Pembelajaran
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3)
Pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
4)
Pembelajaran
dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar
teman.
b.
Komponen Model Pembelajaran Kontekstual Learning
Menurut Muslich (2007), komponen-komponen pembelajaran kontekstual
learning, antara lain:
1)
Konstruktivisme
Yaitu kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih
bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan dan membangun sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2)
Bertanya (question)
Yakni kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa melalui
bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari.
3)
Menyelidiki dan
menemukan sendiri (inquiry)
Yaitu kegiatan belajar yang mengondisikan siswa untuk mengamati,
menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang dihadapi sehingga siswa
berhasil menemukan sesuatu.
4)
Masyarakat belajar
(learning community)
Yaitu kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau
berkelompok sehingga siswa bisa berdiskusi, bekerjasama dan saling curah
pendapat.
5)
Permodelan
(modeling)
Merupakan kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai
rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan,
dan penampilan hasil karya.
6)
Refleksi
(reflection)
Yaitu kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam
bentuk bertanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan
pemecahannya dan merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan.
DAFTAR RUJUKAN
Ape, Tenri. 2014. Tentang Model Pembelajaran Resource Basis
Learning (LBR), (online), (http://tenriape.blogspot.com/2014/01/tentang-model-pembelajaran-resource.html), diakses 2 April 2015.
Emildadiany, Novi. 2008. Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning): Teknik Jigsaw, (online), (http://kanjengsyaifulrahman.blogspot.com/2010/07/model-pembelajaran-accelerated-learning_27.html), diakses 2 April 2015.
Cahyo, Agus, N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar
Mengajar: Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: Diva Press.
Gintings,
Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis
Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora
Ikhsanudin, Eka. 2014. Model Pembelajaran Project Based Learning,
(online), (http://www.ekaikhsanudin.net/2014/09/model-pembelajaran-project-based.html), diakses 3 April2015.
Isjoni. 2012. Cooperative
Learning: Efektivitas Pembelajaran Berkelompok. Bandung: Alfabeta
Mustofa, A. & Thobroni, M. 2013. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik
Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sancaya. 2013. Service-Learning: Suatu Model Pembelajaran Alternatif,
(online), (http://pip.unpar.ac.id/publikasi/buletin/sancaya-volume-02-nomor-01-edisi-januari-2014-2/520-2/), diakses 2 April 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar