BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Perkembangan Hubungan Sosial
Perkembangan
sosial ialah pencapaian kematangan dalam hubungan-hubungan sosial. Manusia
tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah
dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya
merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses
integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan
penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang menjadikan anak
sebagai individu yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
“Perkembangan
hubungan sosial adalah suatu proses belajar untuk penyesuaian terhadap
norma-norma kelompok, moral, tradisi dan meleburkan diri menjadi satu rasa
kesatuan” (Natawidjaja, 2000: 99). Dalam hal ini, perkembangan hubungan sosial
ini mencakup perkembangan bentuk-bentuk tingkah laku baru, perubahan dalam
minat, dan pilihan tentang tipe-tipe baru. Perkembangan tersebut tidak lain
merupakan pengaruh dari lingkungan, baik fisik maupun sosial. Akan tetapi,
lingkungan sosial yang telah memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan
berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis.
Manusia
sebagai makhluk sosial senantiasa berhubungan dengan sesama manusia.
Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap
lingkungan kehidupan sosial, baik dalam keluarga, teman, maupun masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa Perkembangan
Hubungan Sosial adalah perkembangan tingkat hubungan antar manusia sehubungan
dengan meningkatnya kebutuhan hidup untuk dapat melakukan penyesuaian diri
didalam lingkungan. Semakin dewasa dan bertambahnya umur, kebutuhan manusia
menjadi kompleks dan tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi sangat
kompleks.
B.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
1.
Faktor Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
Didalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga yang harus ditaati oleh
anak. Sikap orang tua yang terlalu membatasi pergaulan akan berpengaruh
terhadap perkembangan sosial bagi anak-anaknya, sebaliknya sikap orang tua yang
terlalu memberikan kebebasan bergaul menyebabkan perkembangan sosial
anak-anaknya tidak terkendali.
2.
Faktor Kematangan
Proses
sosialisasi sangat memerlukan kematangan fisik dan psikhis. Untuk memberi dan menerima pandangan atau pendapat
orang lain, diperlukan kematangan intelektual dan emosional. Selain itu,
kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan keberhasilan
seseorang dalam berhubungan sosial.
3.
Faktor Status Sosial
Ekonomi
Kehidupan
sosial dipengaruhi pula oleh kondisi atau status sosial ekonomi keluarga.
Masyarakat akan memandang seorang anak dalam konteksnya yang utuh dengan
keluarga anak itu. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan memperlihatkan
kondisi normative yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Ia akan menjaga
status sosial dan ekonomi keluarganya. Hal itu mengakibatkan anak akan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Kondisi demikian
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya.
Akibat lain, anak dari keluarga kaya akan membentuk kelompok elit dengan nilai
dan norma sendiri.
4.
Faktor Pendidikan
Pendidikan
merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Sebagai proses pengoperan
ilmu yang normative, pendidikan akan memberi warna terhadap kehidupan sosial
anak di masa yang akan datang. Pendidikan moral diajarkan secara terprogram
dengan tujuan untuk membentuk kepribadian anak agar mereka memiliki tanggung
jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5.
Faktor Kapasitas
Mental: Emosi dan Intelligency
Kapasitas
emosi dan kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, berbahasa dan menyesuaikan diri terhadap kehidupan
di masyarakat. Perkembangan emosi dan inteligensi berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosional yang stabil akan mampu
memecahkan berbagai permasalahan hidupnya di masyarakat. Oleh karena itu,
kemampuan intelektual tinggi dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
C.
Peranan
Kelompok Sosial terhadap Perkembangan Hubungan Sosial Individu
Eksistensi
anak, sebagaimana halnya juga orang dewasa, bergantung pada orang lain. Semakin
bertambah usianya semakin berkurang pula ketergantungan pada kelompok sosial.
Namun demikian, ia masih tetap memerlukan kelompok sosial dan tidak bisa hidup
tanpa hubungan dengan orang lain.
Anak
tidak hanya tergantung pada kelompok sosial, tapi lebih penting bahwa kelompok
sosial juga turut menentukan menjadi manusia apa ia kelak. Oleh karena manusia
bersifat elastis, baik fisik maupun mental, maka perkembangannya dapat
dipengaruhi dan dibentuk menurut pola yang ditentukan oleh anggota-anggota kelompok.
Berikut peranan kelompok sosial terhadap
perkembangan hubungan sosial individu, antara lain:
1.
Peranan Keluarga
Peranan keluarga terhadap perkembangan
hubungan sosial individu, yaitu:
a.
Keluarga sebagai tempat
pertama terjadi interaksi sosial
Keluarga
merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia
belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial dalam hubungan interaksi
dengan kelompoknya.
b.
Keluarga mempengaruhi
cara-cara tingkah laku individu
Dalam
hal ini, terdapat proses imitasi dalam kehidupan seorang anak untuk meniru
tingkah laku keluarganya.Sehingga keluarga menjadi tauladan bagi anak. Salah
satu fungsi dari meniru ialah untuk mengembangkan interaksi sosial anak.
c.
Keluarga memberikan
bimbingan pola asuh terhadap anak
Terdapat
tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu pola asuh bina kasih,
pola asuh unjuk kuasa, dan pola asuh lepas kasih.
§
Pola asuh bina kasih
adalah pola asuh yang diterapkan orang
tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk
akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya.
§
Pola asuh unjuk kuasa
adalah pola asuh yang diterapkan orang
tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk
dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.
§
Pola asuh lepas kasih
adalah pola asuh yang diterapkan orang
tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika
anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak
telah melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya, maka cinta kasihnya akan
kembali seperti sediakala.
2.
Peranan Sekolah
Peranan sekolah terhadap perkembangan
hubungan sosial individu, yaitu:
a.
Sekolah sebagai tempat
kedua mengembangkan hubungan sosial
Interaksi
sosial yang terjadi di sekolah tidak begitu mendalam dan berkesinambungan
seperti halnya keluarga. Dalam hal ini, sekolah berperan sebagai pengembang
hubungan sosial anak yang telah di bentuk didalam keluarga.
b.
Sekolah berperan
sebagai pembentukan sikap individu
Selain
bertujuan untuk mengembangkan intelektual individu, sekolah juga sangat penting
membentuk dan membangun sikap-sikap individu, agar dapat melakukan penyesuaian
diri didalam kehidupan bermasyarakat.
3.
Peranan Media Massa
Peranan
media massa terhadap perkembangan hubungan sosial individu yaitu menyangkut
pengaruh yang diberikannya, dalam hal ini pengaruh positif dan negatif.
a.
Pengaruh Positif
§ Mempertajam
daya kritis individu untuk dapat menyesuaikan diri
§ Mengembangkan
kecakapan berkomunikasi dan bersosialisasi
§ Memudahkan
hubungan sosial dengan semua orang
§ Memudahkan
perolehan dan penyebaran informasi dalam melakukan hubungan sosial
b.
Pengaruh Negatif
§ Ketergantungan
penggunaan media massa
§ Adanya
sikap individualistik sehingga mengurangi hubungan sosial dengan orang lain
§ Menyalahgunakan
penggunaan media massa
D.
Bentuk-Bentuk
Tingkah Laku Sosial
Karakteristik
bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang muncul bila anak berada didalam situasi
yang melibatkan orang lain, antara lain:
1.
Negativisme
Merupakan
suatu bentuk tingkah laku melawan yang dibesar-besarkan. Bila anak mengalami
kesukaran dalam memaksakan keinginannya kepada orang lain, hal ini dapat
menyebabkan anak menjadi bandel, keras kepala, bahkan sikap membrontak.
Negativisme ini merupakan hasil dari situasi-situasi sosial yang terjadi
sebagai akibat penggunaan disiplin secara agresif dan kurangnya sikap toleransi
dari orang dewasa terhadap tingkah laku kekanak-kanakan yang normal.
2.
Agresi
Merupakan
reaksi yang umum terhadap frustasi. Anak yang di hukum karena keagresifannya,
maka akan menambah frustasinya dan ini akan menyebabakan kelebihan agresif.
3.
Menggoda
Merupakan
bentuk tingkah laku agresif yang lain. Menggoda terdiri dari serangan mental
terhadap orang lain sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang di
serang. Menggoda dilakukan dengan mengejek atau menyebutkan kata-kata yang
dapat menimbulkan kemarahan orang lain.
4.
Persaingan
Persaingan
ditandai dengan keinginan untuk melampaui atau melebihi orang lain, dan selalu
di dorong (di motivasi) orang lain. Biasanya persaingan yang sering muncul
dalam sekolah yaitu persaingan prestasi antar siswa.
5.
Gang
Merupakan
kelompok lokal tanpa otorisasi dari luar dan tanpa suatu tujuan yang secara
sosial di setujui. Gang ini dibentuk oleh anak-anak sendiri tanpa dukungan dari
orang lain. Kelompok ini merupakan hasil usaha spontan dari anak untuk
menciptakan suatu masyarakat yang serasi dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Gang
memberikan pengaruh positif dalam perkembangan sosial anak terhadap proses
belajar. Karena didalam gang lebih sering “bermain” secara kooperatif dan
mengasah kecakapan berpikir maupun berbuat.
E.
Tiga
Lingkungan Utama Terjadinya Proses Sosialisasi Individu
Proses
sosialisasi individu terjadi didalam tiga lingkungan utama yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
1.
Lingkungan Keluarga
Dalam
lingkungan keluarga, anak mengembangkan pemikiran tersendiri yang merupakan
pengukuhan dasar emosional dan optimisme sosial melalui frekuensi dan kualitas
interaksi dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Proses sosialisasi ini turut
mempengaruhi perkembangan sosial dan gaya hidup seorang anak.
Berikut beberapa faktor
dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan
sosialnya, yaitu:
a.
Kebutuhan akan rasa
aman
Rasa
aman meliputi perasaan aman secara material dan mental. Perasaan aman secara
material berarti pemenuhan kebutuhan pakaian, makanan, dan sarana lain yang
diperlukan diri individu. Sedangkan perasaan aman secara mental berarti
pemenuhan oleh orang tua berupa perlindungan emosional, menjauhkan ketegangan,
membantu dalam menyelesaikan masalah, dan memberikan bantuan dalam menstabilkan
emosi anak.
b.
Kebutuhan akan
penghargaan atau rasa di hargai
Manusia
normal, baik anak maupun orang dewasa, senantiasa membutuhkan penghargaan atau
di hargai orang lain. Mempermalukan anak didepan banyak orang merupakan pukulan
jiwa yang sangat berat dan dapat berakibat buruk bagi perkembangan sosial anak.
Oleh karena itu, sebaiknya memberikan pujian kepada anak terhadap kemampuan dan
potensi yang dimilikinya.
c.
Kebutuhan akan rasa
kasih sayang
Seorang
anak yang merasa dirinya di sayangi akan memiliki kemudahan untuk dapat
menyayangi orang tua dan keluarganya, sehingga akan merasakan bahwa dirinya
dibutuhkan dalam keluarg, dan anak tidak merasa takut untuk menyatakan dirinya,
pendapatnya, maupun mendiskusikan kesulitan yang dihadapinya.
2.
Lingkungan Sekolah
Dalam
lingkungan sekolah, anak belajar membina hubungan dengan guru dan teman-teman
sekolahnya. Kehadiran di sekolah merupakan perluasan lingkungan sosialnya dalam
proses sosialisasinya dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang
sangat menantang atau bahkan mencemaskan dirinya. Para guru dan teman-teman
sekelas membentuk suatu sistem yang kemudian menjadi semacam lingkungan norma
bagi dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anak tidak akan
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya.
Ada empat tahap proses penyesuaian diri yang harus
dilalui oleh anak selama membangun hubungan sosialnya, yaitu:
a.
Anak dituntut agar
tidak merugikan orang lain serta menghargai dan menghormati hak orang lain.
b.
Anak dididik untuk
menaati peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok.
c.
Anak dituntut untuk
lebih dewasa didalam melakukan interaksi sosial berdasarkan asas saling memberi
dan menerima.
d.
Anak dituntut untuk
memahami orang lain.
3.
Lingkungan Masyarakat
Dalam
lingkungan masyarakat, anak dihadapkan dengan berbagai situasi dan masalah
kemasyarakatan. Akan tetapi, masalah-masalah tersebut jarang bahkan tidak
melibatkan peran anak, terutama dalam hal ini remaja. Di satu sisi remaja
dianggap sudah beranjak dewasa, tetapi kenyataannya di sisi lain mereka tidak
diberikan kesempatan atau peran penuh sebagaimana orang yang sudah dewasa,
sehingga menimbulkan kejengkelan dan kekecewaan pada remaja. Keadaan seperti
inilah yang menjadi penghambat perkembangan sosial remaja.
Sebagaimana
dalam lingkungan keluarga dan sekolah, maka didalam masyarakat diperlukan iklim
kehidupan yang kondusif bagi perkembangan hubungan sosial remaja. Mengingat
bahwa remaja tengah mengarungi perjalanan masa mencari jati diri sehingga
faktor keteladanan dan kekonsistenan sistem nilai dan norma dalam masyarakat
juga menjadi sesuatu yang sangat penting.
F.
Karakteristik
Perkembangan Sosial Remaja
Terdapat
beberapa karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja, yaitu:
1.
Berkembangnya kesadaran
akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan
Masa
remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan
sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian
menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan
orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan
kesunyian yang mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk
menemukan pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya.
2.
Adanya upaya memilih
nilai-nilai sosial
Terdapat
dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai
sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap
pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksi terhadap
keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma tertentu pula. Bagi
remaja yang idealis, akan menuntut norma-norma sosial yang mutlak meskipun
segala sesuatu yang telah di cobanya gagal. Sedangkan bagi remaja yang bersikap
pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cenderung menyerah atau bahkan apatis.
3.
Meningkatnya
ketertarikan pada lawan jenis
Remaja
sangat sadar akan dirinya tentang bagaimana pandangan lawan jenis mengenai
dirinya. Masa remaja sering disebut masa biseksual. Meskipun kesadaran akan
lawan jenis ini berhubungan dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya
yang berkembang secara dominan yaitu tumbuhnya ketertarikan terhadap lawan jenis. Keinginan membangun hubungan sosial dengan jenis
kelamin lain dapat dipandang sebagai suatu yang berpangkal pada kesadaran akan
kesunyian.
4.
Mulai cenderung memilih
karir tertentu
Dalam
hal ini, perkembangan karir remaja masih berada pada taraf pencarian karir.
Untuk itu remaja perlu diberikan wawasan karir disertai dengan keunggulan dan
kelemahan masing-masing jenis karir tersebut.
G.
Pengaruh
Perkembangan Sosial terhadap Tingkah laku
Dalam
perkembangan sosial, para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan orang
lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri yang sering mengarah pada
penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Pikiran
remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap
kritisnya terhadap situasi dari orang lain, termasuk orang tuanya. Setiap
pendapat orang lain selalu dibandingkan dengan teori yang diikutinya, sehingga
ia merasa bahwa tata cara dan adat istiadat yang berlaku bertentangan dengan
sikap kritisnya.
Pengaruh
egosentris masih sering tampak pada pikiran remaja, karena hal berikut:
1.
Cita-cita dan idealisme
yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat
lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan
kegagalannya dalam menyelesaikan persoalan.
2.
Kemampuan berpikir
dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya.
Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian
sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan
orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan
sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berpikir
maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja banyak bertalian
dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul. Hal
ini menimbulkan perasaan seperti selalu di amati orang lain, malu dan membatasi
gerak-geriknya. Akibatnya tingkah lakunya menjadi canggung.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, sifat egonya semakin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh
egosentrisitasnya sudah semakin rendah dan dapat berhubungan dengan orang lain
tanpa meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
H.
Implikasi
Pengembangan Hubungan Sosial Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Masa
remaja merupakan masa mencari jati diri sehingga ia memiliki sikap yang terlalu
tinggi dalam menilai dirinya atau sebaliknya. Remaja umumnya belum memahami
benar tentang nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan
masyarakatnya. Hal itu menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi dengan
kondisi yang terjadi dalam masyarakat.
Pola
kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok dewasa dan kelompok anak-anak
dapat menimbulkan konflik sosial. Sehingga penciptaan kelompok sosial remaja
perlu dikembangkan untuk memberikan ruang kepada mereka ke arah perilaku yang
bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat umum. Upaya sekolah dalam
mengembangkan hubungan sosial remaja, yaitu dengan adanya kegiatan bakti sosial,
bakti karya, dan kelompok-kelompok belajar dibawah asuhan para guru pembimbing
kegiatan.
Berikut implikasi pengembangan hubungan sosial remaja terhadap pendidikan,
yaitu:
v Mengasah cara berpikir individu menjadi kritis
v Mengembangkan kematangan intelektual dan emosional
individu
v Meningkatkan hubungan sosial individu
I.
Perbedaan
Perkembangan Hubungan Sosial antara Fase Pubertas dengan Fase Dewasa
Fase
|
Perkembangan
Hubungan Sosial
|
Pubertas
|
§ Ditandai
dengan adanya perluasan hubungan yaitu dengan keluarga dan teman sebaya
§ Anak
mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat kepada diri
sendiri (egosentris) mengarah kepada sikap bekerjasama (sosiosentris)
§ Kematangan
perkembangan sosial dapat dilakukan dengan memberikan tugas-tugas kepada
anak, misal sekolah memberikan tugas kelompok, observasi dan diskusi kelompok
|
Dewasa
|
§ Dapat
menunjukkan jalinan persahabatan atau percintaan, namun lebih mengarah pada
hubungan sosio-emosional yang mengacu pada pernikahan
§ Mulai
melangkah untuk hidup mandiri
§ Mulai
membangun identitas serta keinginan membentuk keluarga baru
|
DAFTAR
RUJUKAN
Ali,
M & Asrori, M. 2010. Psikologi
Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Fatimah,
Enung. 2008. Psikologi Perkembangan:
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sunarto
& Hartono, Agung. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Yusuf,
Syamsu & Sugandhi Nani. 2012. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar