PEMBAHASAN
A.
Definisi Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang
menjelaskan bahwa proses persepsi melalui pengorganisasian suatu
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, dan juga kemiripan
bersatu menjadi kesatuan. Teori Gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian
sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
“Teori Gestalt
berpandangan bahwa perkembangan pada dasarnya merupakan proses diferensiasi,
dimana yang primer adalah keseluruhan sedangkan yang sekunder adalah
bagian-bagian” (Mustiningsih, 2009: 24). Kaitannya dalam hal ini, seseorang
mengenal hal-hal yang bersifat umum atau menyeluruh terlebih dahulu sebelum
mengenal bagian-bagian. Karena menurut teori ini, manusia pada dasarnya lebih
mudah mengenali hal-hal yang berpola atau terorganisir.
Beberapa ciri khas
pengertian dari teori Gestalt, antara
lain:
1.
Gestalt merupakan
keseluruhan yang berarti/penuh arti
2.
Keseluruhan lebih
berarti dari sekedar jumlah dari bagian-bagian
3.
Keseluruhan tidak
sama dengan jumlah bagian-bagian
4.
Keseluruhan terdiri
dari bagian dari suatu hubungan
5.
Gestalt bersifat
totalitet, yakni tiap bagian tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling
tergantung dengan yang lain, dan baru dapat berfungsi dengan baik ketika
menjadi keseluruhan.
B.
Konsep Teori Gestalt
Teori Gestalt
menyatakan bahwa perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah
sekunder. Bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya.
Keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
Hal ini dipertegas oleh pendapat Soemanto (1998: 225) bahwa “Psikologi Gestalt
menyusun belajar itu ke dalam pola-pola tertentu, jadi bukan bagian-bagian”.
Suatu konsep yang
penting dalam teori Gestalt adalah tentang insight
yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau
bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Guru
memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung
persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian,
dan memperoleh insight, agar ia dapat
memahami keseluruhan situasi atau bahan ajaran tersebut. Insight itu sering
dihubungkan dengan pernyataan spontan seperti “aha” atau “oh, I see now”.
Teori Gestalt
berasumsi bahwa manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang
dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian
berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima,
menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera
seperti mata dan telinga. Berikut hukum pengamatan menurut teori Gestalt,
antara lain:
§ Hukum Keterdekatan, artinya yang terdekat merupakan Gestalt.
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat
cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
§ Hukum Ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt.
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan
totalitas tersendiri.
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita
persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
Suatu hukum yang
terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang berarti teratur,
seimbang, simetri, dan harmonis. Untuk menemukan Pragnanz diperlukan adanya
pemahaman atau insight.
a.
Ciri-ciri belajar
pemahaman
Berikut enam ciri
dari belajar pemahaman menurut Ernest Hilgard, yaitu:
1.
Pemahaman
dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
2.
Pemahaman
dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
3.
Pemahaman
tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight
itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa
sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
4.
Pemahaman didahului
oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah
hal yang dapat jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang
harus dicari.
5.
Belajar dengan
pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan
insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia
dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.
6.
Suatu pemahaman
dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain.
b.
Prinsip belajar
dengan teori Gestalt
1.
Manusia bereaksi dengan
lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga
secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
2.
Belajar adalah penyesuaian diri
dengan lingkungan.
3.
Manusia berkembang sebagai
keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala
aspek-aspeknya.
4.
Belajar adalah perkembangan
kearah diferensiasi ynag lebih luas.
5.
Belajar hanya berhasil, apabila
tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6.
Tidak mungkin ada belajar tanpa
ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan yang mengerakan seluruh
organisme.
7.
Belajar akan berhasil kalau ada
tujuan.
8.
Belajar merupakan suatu proses
bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
c.
Prinsip dasar teori
Gestalt
1.
Interaksi antara individu dan
lingkungan disebut sebagai perceptual field
Setiap perceptual field memiliki
organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and
ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia,
bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang
dibentuk.
2.
Prinsip-prinsip pengorganisasian:
a. Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam
bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
b. Principle of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama
cenderung akan dipersepsi sebagai suatu figure atau bentuk tertentu.
c. Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
d. Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola.
e. Principle of Closure/ Principle
of Good Form: bahwa orang cenderung akan
mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
f. Principle of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu
figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warnadan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila
figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran
antara latar dan figure.
g. Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.
C.
Tokoh yang Mengembangkan Teori Gestalt
Teori ini dibangun
oleh tiga orang, Max Wertheimer, Kurt Lewin dan Wolfgang Kohler. Mereka
menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari
lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
a.
Max
Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer
(1880 – 1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Dari
pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan
menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Disamping itu, Max Wertheimer juga belajar pada
Kuelpe, seorang tokoh aliran Wuerzburg, bersama-sama dengan Wolfgang Koehler
(1887-1967) dan Kurt Lewin (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya
mencetuskan ide Gestalt. Konsep pentingnya yaitu phi phenomenon (bergeraknya obyek statis menjadi rangkaian gerakan
yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian
memungkinkan manusia melakukan interpretasi). Dengan konsep ini, Wertheimer
menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima.
Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi proses
mental. Dengan pernyataan ini ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk pada
proses fisik sebagai penjelasan phi
phenomenon.
b.
Wolfgang Kohler
(1887 – 1959)
Meneliti tentang insight pada simpanse yaitu mengenai
mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Kurt Lewin (1886 – 1941) yang
menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, dan Kurt Lewin
(1892 – 1947) yang mengembangkan suatu teori belajar (cognitif field) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan
psikologi sosial. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan teori Gestalt yang
menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam
pengalaman.
c.
Kurt
Lewin (1890-1947)
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar cognitivefield dengan menaruh perhatian
kepada kepribadian dan psikologi sosial.
Kurt Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu psikologis
dimana individu bereaksi disebut life
space. Life space mencakup
perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya orang-orang yang ia
jumpai, objek materil yang ia hadapi dan fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki.
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan,
satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan
motivasi internal individu.
D.
Peristiwa Dalam Percobaan Teori Gestalt
Ada tiga peristiwa
dalam percobaan teori Gestalt (Walgito, 2010: 84), antara lain:
1.
Phi phenomena
sebagai pengalaman Max Wertheimer
Yang berpusat bahwa
apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul
berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun
kereta api yang disebutnya sebagai phi
phenomena. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi
sebagai sinar yang bergerak. Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak,
tetapi sinar tersebut dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. Dengan demikian,
maka dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa
dalam individu mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus
objektif saja. Tetapi ada aktivitas individu untuk menentukan hasil
persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi, kemudian berkembang dan
berpengaruh pada aspek-aspek lain yaitu antara lain dalam psikologi belajar.
2.
Eksperimen Kohler
terhadap Simpanse
Eksperimen Kohler
terhadap simpanse yang ditaruhkan dalam sangkar dan makanan ditaruhkan di luar
sangkar. Makanan tidak dapat dicapai dengan tangan melulu, tetapi simpanse
harus menggunakan stick untuk mencapai makanan. Simpanse mencoba meraih dalam
tangan melulu, tetapi ternyata tidak dapat diambil. Simpanse berjalan-jalan
dalam sangkar dan melihat ada stick yang dapat digunakan untuk mendapatkan
makanan tersebut. Ternyata benar, stick diambil dan dapat digunakan untuk
mendapatkan makanan. Dengan melihat stick dan stick ini dapat digunakan untuk
mendapatkan makanan diperoleh secara tiba-tiba, inilah yang dimaksud dengan
“Aha”. Dalam eksperimen yang lain, untuk mencapai makanan simpanse harus
menyambung stick satu dengan yang lain dan ternyata simpanse juga mampu berbuat
mengambil makanannya.
3.
Eksperimen Kohler
yang berkaitan dengan Problem Solving
Dalam hal ini
eksperimen yang dilakukan berkaitan dengan psikologi belajar. Kohler
menggunakan simpanse sebagai hewan coba. Menurut Kohler, apabila organisme
dihadapkan pada suatu masalah atau problem,
maka akan terjadi ketidakseimbangan kognitif, dan ini akan berlangsung sampai
masalah tersebut terpecahkan. Karena itu menurut Gestalt, apabila terdapat
ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah
keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulannya bahwa
organisme dalam hal ini simpanse dalam memperoleh pemecahan masalahnya
diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.
E.
Implikasi dan Penerapannya dalam Pembelajaran
1.
Pengalaman tilikan (insight)
Bahwa tilikan (insight) memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
2.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning)
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3.
Perilaku bertujuan (pusposive
behavior)
Bahwa perilaku terarah pada
tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi
ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru harus menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4.
Prinsip ruang hidup (life
space)
Bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
5.
Transfer dalam Belajar
Yaitu pemindahan pola-pola
perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar
akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok
dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya
dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi
yang diajarkannya.
DAFTAR RUJUKAN
Junaidi. 2010. Teori Gestalt, (online), (http://junaidipiscesguru.blogspot.com/2010/10/teori-gestalt.html), diakses tanggal 14 Februari 2015.
Mustiningsih, 2009. Psikologi Pendidikan. Malang: Jurusan
Administrasi Pendidikan FIP Universitas Negeri Malang.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007
tentang guru.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: CV.
Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar